KANTOR BERITA BLITAR – Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) merupakan hak bagi pelapor. Dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyelidikan /penyidikan, sebelum tindakan penyidik Kepolisian yang melakukan gelar perkara atas dugaan pelaporan Bupati Blitar terpilih, Rijanto
Rijanto dilaporkan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Blitar terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pelaporan ini dilakukan KONI Kabupaten Blitar pada 29 Oktober 2024 lalu.
Laporan KONI ini buntut dari unggahan video Bupati Blitar Rijanto pada masa kampanye beberapa bulan lalu. Saat itu Rijanto diduga memberikan statement soal s-sport saat gelaran di Desa Gaprang, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar.
Kasus ini diduga sebagai pencemaran nama baik kembali mencuat setelah sebuah pernyataan publik yang diunggah ke media sosial menjadi perbincangan.
Sebelum adanya gelar perkara, giliran pelapor melalui Kuasa Hukumnya Moch. Kholis, S.H., M.H dari Kantor Hukum Sutrisno Budi & Partners, hadirkan saksi Ahli Bahasa Dr. Wadji, M.Pd., dari Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas PGRI Kanjuruhan Malang, dalam perkara terkait laporan yang diajukan terhadap seorang individu atas dugaan penyebaran berita bohong (hoaks) melalui media sosial yang sedang ditangani oleh Polres Blitar.
Dari pendapat Ahli Bahasa Dr. Wadji
“Pernyataan dalam video yang diunggah ke TikTok menyatakan bahwa “Kegiatan semacam ini, Mobile Legends ini sebetulnya sudah diwadahi oleh pemerintah lewat KONI, tapi untuk Kabupaten Blitar malah belum, belum ada,” katanya.
Menurut Ahli bahasa adalah Implikatur: Pernyataan ini secara implisit menyiratkan bahwa KONI Kabupaten Blitar belum membentuk wadah resmi untuk E-Sport. Padahal, berdasarkan fakta, KONI telah memiliki kepengurusan E-Sport sejak 28 Desember 2022.
Disebutkan juga Presuposisi: Pernyataan ini mengandung presuposisi bahwa KONI nasional telah mengakui E-Sport sebagai cabang olahraga resmi.
“Bahwa, Kabupaten Blitar belum memiliki wadah resmi untuk E-Sport, Adalah sebuah kelalaian atau keterlambatan dalam pembentukan wadah E-Sport di Kabupaten Blitar. Dengan demikian, pernyataan tersebut berpotensi menyesatkan masyarakat dan dapat dikategorikan sebagai disinformasi atau berita bohong (hoaks),” ucap Dr Wadji.
” Analisisnya sebuah tindak Tutur (penuturan): Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi. Menurut teori tindak tutur dari John R. Searle, pernyataan dalam video dapat dianalisis sebagai berikut ;
-Tindak Lokusi: Ujaran tersebut disampaikan dalam bentuk deklaratif, menyatakan suatu fakta mengenai kondisi E-Sport di Kabupaten Blitar.
-Tindak Ilokusi: Pernyataan ini berfungsi sebagai kritik terhadap KONI Kabupaten Blitar, seolah-olah organisasi tersebut belum menjalankan tugasnya.
-Tindak Perlokusi: Pernyataan tersebut berpotensi menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat, mengarah pada persepsi negatif terhadap KONI dan dapat mencoreng nama baik pengurusnya,’ ungkapnya Saksi Ahli.
Analisis Sosiolinguistik: Dampak Sosial Pernyataan
– Variasi Bahasa: Pernyataan menggunakan gaya tutur informal yang ditujukan untuk generasi muda, dengan sapaan “Adik-adikku semuanya” untuk menciptakan kedekatan dengan audiens.
-Dampak Sosial:
Masyarakat dapat mempercayai informasi yang tidak sesuai fakta. Sehingga KONI Kabupaten Blitar dirugikan secara reputasi. Pengurus E-Sport Kabupaten Blitar merasa keberadaan mereka diabaikan.
Implikasi Hukum dan Kesimpulan
Berdasarkan analisis kebahasaan, pernyataan dalam video tersebut memiliki unsur disinformasi yang berpotensi mencemarkan nama baik pihak tertentu. Jika terbukti merugikan individu atau institusi, sehingga pernyataan ini dapat dijadikan dasar hukum dalam kasus pencemaran nama baik sesuai dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Penting bagi publik, terutama tokoh atau figur yang memiliki pengaruh di media sosial, untuk berhati-hati dalam menyampaikan informasi agar tidak menimbulkan kesalahpahaman yang berdampak luas. Informasi yang disebarkan harus berdasarkan fakta yang akurat untuk menghindari konsekuensi hukum dan sosial yang dapat merugikan.
Kesimpulan
Kesimpulannya Kasus ini menunjukkan bagaimana bahasa dapat mempengaruhi opini publik dan memiliki konsekuensi hukum jika tidak digunakan secara bijak. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dalam berkomunikasi di ruang publik, terutama dalam konteks media sosial.
Kuasa hukum Pelapor Moch Kholis, SH sewaktu dikonfirmasi menerangkan keawak media, “Sudah jelas dan terang benderang yang sudah disampaikan oleh ahli bahasa tersebut.
Kami selaku kuasa dari ketua KONI untuk meminta terhadap penyelidik yang menangani perkara tersebut untuk melakukan penegakan hukum dan transparan dalam menangani perkara ini, dan kami mengkhawatirkan penyilidik akan terjadi konflik kepentingan dikarenakan terduga terlapornya adalah bupati terpilih” ujar Moch Kholis.
Perlu kami sampaikan, salah satu asas hukum menyatakan equality before the law yaitu semua orang sama di mata hukum yang berarti orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum, tanpa diskriminasi.
“Hal tersebut menjadi pondasi penting dalam menciptakan keadilan dan menghindari diskriminasi dalam penegakan hukum. Oleh karena itu kami meminta untuk segera digelar atas perkara tersebut agar tidak berlarut-larut prosesnya dan kami telah mendapatkan kejelasan dan kepastian hukumnya,” tegas Moh Kholis.@hart.