Kantor Berita Gresik – Smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Manyar, Gresik, Jawa Timur, Dewan Perwakilan Rakyat Gresik belum sepenuhnya menjawab persoalan tenaga kerja lokal.
Hal ini menjadi sorotan dalam hearing yang dihadiri oleh sejumlah pihak dan masyarakat ring satu, wilayah yang berada di sekitar KEK JIIPE, pada Rabu (30/10/2024).
Ketua DPRD Gresik, M. Syahrul Munir, menyampaikan keluhan masyarakat terkait proses rekrutmen tenaga kerja di PT Freeport yang dinilai kurang transparan.
“Kami banyak menerima laporan dari masyarakat, bahwa selama ini rekrutmen tenaga kerja baik di PT Freeport tidak transparan. Bahkan, kesempatan warga lokal Gresik untuk bisa mendapatkan kesempatan kerja sangat minim dan cenderung sulit,” kata Syahrul Munir.
Harapan Syahrul melalui hearing ini agar dapat ditemukan solusi yang memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal, khususnya warga yang tinggal di ring satu KEK JIIPE. Ia menegaskan bahwa sesuai rencana awal, pembangunan smelter tersebut seharusnya menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal.
“Kami berharap ada komitmen serius dari PT Freeport maupun operator KEK JIIPE dalam memberikan peluang kerja bagi masyarakat lokal Gresik. Untuk itu kami juga meminta data base kepada PT Freeport, terkait berapa jumlah riilnya by name by address para pekerjanya,” tambah Syahrul Munir.
Kepala Desa Kramat, Taufiq yang turut mengutarakan keluhannya terkait akses informasi pekerjaan bagi warga sekitar. Ia menilai warga di ring satu PTFI seolah terpinggirkan.
“Jangankan untuk bisa masuk bekerja di PT Freeport, untuk meminta informasi ada lowongan kerja apa tidak disana kita tidak bisa. Kenapa saya katakan ini, karena HRD Freeport ketika saya mintai informasi melalui WA (Whatsapp) tidak pernah menjawab,” ujarnya.
Padahal selama PT Freeport beroperasi, ia hampir setiap saat selalu mendapatkan pertanyaan dari warganya terkait peluang kerja yang sebelumnya telah dijanjikan oleh pihak perusahaan.
Taufiq menambahkan bahwa proyek JIIPE telah berdampak besar terhadap kehidupan warga Desa Kramat, yang mayoritas berprofesi sebagai petambak dan nelayan.
Proyek reklamasi di wilayah tersebut disebut menyebabkan abrasi laut, yang mengurangi hasil tangkapan nelayan dan merusak tambak.
“Sebelum adanya JIIPE, warganya dalam sehari mampu mendapatkan penghasilan sekitar Rp300-500 ribu perhari. Namun, sekarang antara biaya ke laut dengan penghasilan yang didapatkan tidaklah sebanding karena ikan sulit didapatkan,” jelas Taufiq.
Menanggapi hal tersebut, Vice President Government Relation & Smelter Technical Support PT Freeport Indonesia, Harry Pancasakti, mengatakan bahwa saat ini PTFI mempekerjakan sebanyak 1.440 tenaga kerja. Dimana 715 di antaranya adalah hasil rekrutmen internal, sementara 725 lainnya merupakan pekerja dari pihak kontraktor.
Harry menjelaskan bahwa pihaknya sedang melakukan validasi data sebelum menyerahkan database pekerja seperti yang diminta DPRD Gresik. “Untuk data para pekerja kami akan berikan jika semua datanya sudah masuk dan valid,” ujarnya.
Perlu diketahui, hearing DPRD ini turut dihadiri oleh manajemen PT Freeport Indonesia, perwakilan operator KEK JIIPE, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Gresik, Camat Manyar, para Kepala Desa dari Pulau Mengare dan Manyar, serta perwakilan ormas dan mahasiswa.(*)