Kantor Berita Jakarta – Muslim Arbi, Direktur Gerakan Perubahan yang juga Ketua Front Aksi Pemberantas Mafia Tanah Indonesia, meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) agar membatalkan karena cacat hukum adminstratif.
HGB yang dimaksud adalah HGB No.4972 dan SK HGB No.214-550.2-35.2009 yang diterbitkan pada 16 Juli 2009, serta SK HGB dan Sertifikat HGB yang berkaitan dengan sertifikat yang diterbitkan pada tahun berikut sampai tahun 2017.
“Karena diatas lahan berstatus HGB itu dibangun lapangan golf. Padahal, lahan seluas 2,2 hektare yang digunakan untuk lapangan golf itu milik ahli waris almarhum Satoewi yang tidak pernah dipindahtangankan,” kata Muslim, Jumat (27/9/2024) lalu.
Ia menjelaskan, permintaan kepada AHY disampaikan melalui surat pada 5 Agustus 2024. Surat permintaan itu dilengkapi berkas-berkas yang dibutuhkan,
“Saya mengajukan permintaan itu karena dimintai bantuan oleh Pak Somo, salah satu dari lima ahli waris Satoewi, sekaligus perwakilan dari empat saudara kandungnya yang masing-masing bernama Parkan Iskandar, Supardi, Asnan Dulilah dan Ponima,” jelas Muslim.
PT ASK adalah anak perusahaan berinisial PT PD Tbk, sebuah perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia. Lahan. Lahan milik ahli waris Satoewi yang dijadikan lapangan golf berada di Desa Lontar, Kecamatan Sambikerep, Surabaya, Jawa Timur, sama dengan tempat dimana mereka tinggal.
Muslim membeberkan mengapa HGB no. 4972 sebagaimana dalam perihal surat somo dinilai cacat hukum administratif yakni karena:
1). Direktur PT ASK Saibun Wijaya saat mengajukan permohonan HGB pada tanggal 24 Januari 2008, membuat pernyataan yang tidak sengketa
“Padahal, saat itu dirinya pernah diperiksa penyidik Polswiltabes Surabaya sebagai terlapor atas laporan polisi nomor LP/K. 1081/VII/2006/SPK tanggal 24 Juli 2006 dengan sangkaan melanggar pasal 167 KHUP, akan tetapi pada 11 April 2023 kasusnya di-SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) pada tanggal 15 April 2013,”
2). Pada tgl 18 sept 2006 petugas ukur dari bpn SBY melakukan pengukuran thd tanah petok 956 persil 169 S I luas 4.810 m2 dan S II luas tanah krg lbh 8.410 m2 an satoewi dengan hasil GU 4711/2007.
3). Pada tanggal 12 Desember 2006 kedua petugas ukur dari bpn SBY 1 yaitu Agus Sumianto dan wahyudi melakukan pengembalian batas thd shm no. 495 petunjuk petok 621 persil 148 luas 9.550 M2 an satoeri bp sampoeri dan shm 496 ptj petok 621 persil 144 luas 8.665 M2 a/n satoeri bapak Sampoeri.
kedua petugas ukur tsb memetakan k tanah GU no. 4711/2006 dan oleh somo dan saudara-saudara dihadang akan tetapi kedua petugas ukur tsb diatas tetap memetakan tanah Satoewi sehinggahasil pengembalian No. 302.9898.9899/2006 tanggal 12 Desember 2006 terjadi tumpang tindih / overlaping dan ad selisih tanah kurang lebih 4.561 M2.
4). Pegawai Kelurahan Lontar bernama Suwarsih atas perintah Lurah Lontar Harun Ismail mencoret data leter C Petok 956 Persil 169 S II atas nama Satoewi karena ditulis HM 945 PD, dan ditulis salah coret tgl 24-8-2006 sementara leter C Petok 959 atas nama Saturi ditulis sebagai HM 496 PD.
5). pd tgl 04 September 2015 no. 590/179/436.10.154/2015 lurah lontar Ridwan menerangkan persil 148 dn persil 144 tidak tercatat dlm buku leter c kel. Lontar krn ptj petok 621 berada pd persil 22 luas kurang lebih 1.200 M 2
Sehingga kedua SHM no. 495 dan SHM no. 496 milik PT ASK diduga palsu.
6). Berdasarkan keterangan saksi Andi Winter Huduri SH kasubsi pendaftaran hak dan informasi Bpn SBY 1 diketahui bahwa berdasarkan data dikntor BPN SBY 1 asal usul SHM no. 495 dari petok 621 persil 148 d II atas nama Satoeri bapak Sampoeri dengan luas 9.360 M2 sdngkn asal usul SHM no. 496 adalah pegok 621 persil 144 b S II an Satoeri bapak Sampoeri.
“Jadi, faktanya tanah SHM 495 dan 496 atas nama Sagoeri bapak Sampoeri milik PT Ask anak perusahaan PT. Pakowon darma baik petok maupun persil tidak menunjuk pd tanah petok 956 Persil 169 S I dan S II atas nama Satoewi, juga tidak menunjuk pada petok 959 persil 171 d II atas nama Saturi,” Baik luasnya berbeda jelas Muslim.
Akan tetapi Saibun Wijaya ada indikasi untuk menguasai tanah Satoewi dan Saturi, untuk dijadikan lapangan golf yang disewakan.
Muslim membeberkan, kalau sebelum dirinya dimintai bantuan oleh Somo, ahli waris Satoewi itu bersama saudara-saudaranya telah melakukan upaya untuk mengambil kembali tanahnya yang dikuasai PT ASK, termasuk melapor ke polisi, tapi tidak ada hasilnya.
“Kami datang ke AHY karena kami melihat sejak AHY dilantik Pak Jokowi menjadi Menteri ATR/BPN, Beliau getol memberantas mafia tanah, dan kasus Pak Somo ini, menurut saya juga terindikasi mengandung unsur mafia tanah, karena bagaimana bisa sebuah perusahaan tiba-tiba menguasai lahan orang, membangunnya menjadi lapangan golf, sementara si pemilik tidak pernah mengalihkan atau menjualnya, kepada siapapun terutama kepada PT. ASK” imbuh Muslim.
Aktivis senior ini berharap AHY memperhatikan betul kasus ini, karena Pak Somo dan ahli waris Satoewi yang lain bukan orang kaya.
“Mereka masyarakat kelas bawah, dan tanah yang dikuasai PT ASK ini harta mereka yang paling berharga,” katanya, dilansir MonitorIndonesia.com
Muslim menilai, jika AHY mengabaikan kasus Pak Somo ini, berarti perang yang dikobarkan AHY selama ini terhadap mafia tanah hanya omong-omong atau gimmick semata untuk sekedar menaikkan popularitas dan citranya.*