Oleh: Dr Anang Iskandar, SIK, SH, MH. Ahli Hukum Narkotika
Jakarta, Kantorberita.net – Proses pengadilan terhadap Ammar Zoni dituntut oleh jaksa secara kombinasi melanggar pasal 114 ayat (1), atau melanggar sebagai pasal 112 ayat (1) dan pasal 111 ayat (1) UU RI no 35 tahun 2009 tentang narkotika terbukti di pengadilan sebagai Penyalah guna Narkotika bagi diri sendiri oleh Hakim dijatuhi hukuman 3 tahun penjara dan denda 1 milyar rupiah.
Penyalah guna itu korban kejahatan yang dikriminalkan oleh UU, yang bersangkutan sudah mengeluarkan uang untuk beli narkotika secara berkala, dan menderita sakit kecanduaan akan narkotika akibat penyalahgunaan narkotika kok lantas diadili dituntut sebagai penjual narkotika di hukum penjara dan denda 1 milyar rupiah rasanya nggak masuk akal sehat dan tidak adil.
Ikuti Berita Follow: Kantorberita.net
Pengguna atau penyalah guna narkotika seperti Ammar Zoni, Ibra Ashari, Rio Refan serta banyak yang diadili oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat, secara de jure perkaranya adalah perkara penyalahgunaan narkotika tetapi secara de facto diadili sebagai perkara peredaran gelap narkotika dan fakta persidangan terbukti sebagai penyalah guna bagi diri sendiri, hakim menjatuhkan hukuman penjara.
Kesemrawutan penegakan hukum narkotika di Indonesia tersebut terjadi akibat dari hukum narkotika tidak diajarkan sebagai mata kuliah di fakultas hukum atau sekolah hukum di seluruh Indonesia. Sehingga penegak hukum khususnya hakim dituntut harus belajar sendiri untuk dapat memahami hukum narkotika sehingga dapat membedakan mana yang harus dihukum penjara, dan mana yang harus dihukum menjalani rehabilitasi atas keputusan hakim.
Kenapa kok khusus hakim ? Karena hakim yang diwajibkan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika terlibat aktif dalam pembuktian secara rasional dalam proses pengadilan dan hakim diberi kewenangan rehabilitatif (pasal 103) untuk mewujudkan keadilan rehabilitatif sesuai tujuan dibuatnya UU.
BACA JUGA:https://kantorberita.net/2024/08/26/Pecandu-narkotika-adalah-korban-harusnya-tidak-ditangkap-dan-pidana-dihapuskan/?amp=1
Dalam mengadili perkara menggunakan atau menyalahgunakan narkotika hakim diberi beban pembuktian di pengadilan secara rasional berdasarkan pasal 127/2 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Oleh karena itu hakim dilingkungan Mahkamah Agung harus belajar mandiri tentang kekhususan hukum pidana narkotika yang berlaku diseluruh dunia.
Dr Anang Iskandar ahli hukum narkotika (penulis) mengingatkan bahwa UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika, masuk lingkup hukum internasional, batang tubuhnya mengatur ketentuan pidana dan ketentuan kesehatan sebagai bagian yang tidak terpisahkan.
Ingat ! Hukum narkotika yang termaktup dalam UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika bukan hukum pidana tapi hukum internasional yang mengatur ketentuan pidana dan ketentuaan kesehatan sebagai bagian yang tidak terpisahkan.
UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika tersebut mengatur secara khusus tujuan dibuatnya UU narkotika, tujuan penegakan hukum narkotika, hakim yang mengadili perkara penyalah guna wajib aktif terlibat pembuktian secara rasional dalam proses pengadilannya, kewajiban hakim menggunakan kewenangan rehabilitatif untuk memutus dan menetapkan penyalah guna narkotika menjalani rehabilitasi, mengatur dimana tempat menjalani rehabilitasi secara sukarela dan wajib atas keputusan atau penetapan hakim.
Oleh karena itu penyalah guna narkotika dalam proses pengadilan hukumannya bukan hukuman penjara tetapi menjalani rehabilitasi atas putusan hakim, dimana tujuan penghukumannya adalah penyalah guna agar sembuh, pulih dan dapat melakukan integrasi sosial kembali.
Hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman penjara dan denda bagi penyalah guna narkotika berdasarkan KUHAP dan KUHP karena hukuman bagi pengguna atau penyalah guna narkotika secara tersendiri diluar KUHP. yaitu pasal 103 ayat (1) dan ayat (2) UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Dr Anang Iskandar mengusulkan agar peraturan teknis Mahkamah Agung yang menyebabkan penyalah guna narkotika dihukum penjara agar segera direvisi, jangan sampai rakyat tambah sengsara.
Ammar Zoni, Ibra Ashari dan Rio Refan jadi residivis karena di hukum penjara.
Penyalah guna atau pengguna narkotika pemula yang terlambat direhabilitasi menyebabkan penyalah guna berkarier sebagai pecandu atau pengedar.
Penegak Hukum Tidak Merasa Bersalah
Apa penegak hukum tidak merasa bersalah kalau penyalah guna seperti Ammar Zoni untuk yang ke tiga kalinya dinyatakan secara sah dan meyakinkan di pengadilan sebagai penyalah guna bagi diri sendiri tapi hakim yang mengadili memutus hukuman penjara 3 tahun memenuhi dakwaan jaksa penuntut tidak berdasarkan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika tapi berdasarkan pasal 182 ayat (3) dan (4) KUHAP.
Ibra Ashari juga sebagai pengguna atau penyalah guna narkotika tapi diadili dan dituntut serta didakwa pasal pasal 114 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan pasal 112 ayat (1) UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Ibra Ashari dituntut berdasarkan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika tapi di-Juntokan dengan pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Ini kan rancu, dan yang bersangkutan diadili dipengadilan untuk yang ke 5 kalinya, 4 kali dijatuhi hukuman penjara dengan kasus yang sama yaitu menggunakan atau menyalahgunakan narkotika.
Dr Anang Iskandar mengingatkan, UU narkotika menghapus “penyertaan” dalam melakukan tindak pidana narkotika. Pelaku penyalahgunaan narkotika dan pelaku peredaran gelap narkotika dalam “Tindak Pidana Narkotika” tidak menggunakan penyertaan dalam melakukan tindak pidana karena UU membedakan tujuan penegakan hukum terhadap penyalah guna dan pengedar, berdasarkan pasal 4 (huruf c dan d) UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Demikian pula Rio Refan menjadi residivis penyalah guna narkotika untuk yang ke 5 kali berurusan dengan pengadilan untuk kasus yang sama, dan sudah 4 kali dijatuhi hukuman penjara, sekarang menunggu putusan yang ke 5 kali.
Pertanyaannya, apa dan siapa yang salah bila ada orang yang relatif masih muda menjadi residivis sampai 5 kali dalam perkara sama? Penegak hukumnya mawas diri.(*)